Minggu, 25 September 2011

Dari Kampung ke Lampung - part 5 : Lika Liku Liqo

Hidup tak hanya di dunia, masih ada kehidupan akhirat dan kita wajib mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya. Tarbiyah (pendidikan) sebagai sarana dakwah untuk diri sendiri maupun orang lain tak pelak menjadi (salah satu) sarana mewujudkan persiapan tersebut. Berawal dari lingkaran-lingkaran kecil liqoan pekanan, menjelma pribadi-pribadi muslim shalih untuk selanjutnya menjelma keluarga-keluarga, masyarakat, dan negara, bahkan dunia yang didominasi muslim taat dan berkarakter. Tak peduli ke mana, liqoan harus jalan terus. Demikian juga liqoan saya.

Sebenarnya setelah huru hara skripsi, saya lebih banyak menghabiskan waktu di kampung, sehingga liqoan di JurangMangu sering tidak saya ikuti. Itupun masih ada pembenarannya; banyak juga teman seliqoan yang absen karena sudah penempatan. Padahal sebagian besar di Jakarta. Entahlah, mungkin belum dapat menyesuaikan diri dengan ritme dan dinamika kerja di kantor sehingga liwo sering terabaikan. Apalagi saya yang jauh, semalam perjalanan dari Jakarta ke Purworejo. Di kampung waktu terasa berjalan cepat (maklum sehari-hari bersama istri dan anak tercinta) sehingga "terhanyut" tidak liqo untuk sekian waktu.

Tibalah waktunya penempatan.. Beberapa waktu lampau saat teman-teman penempatan, ada anggota liqo yang dapat penempatan di Semarang. Oleh teman-teman liqo lain (selain saya, waktu itu saya sedang sakit atau sudahdi kampung ya, lupa), dibuat perpisahan kecil-kecilan. Waktunya jadwal liqo, hanya saja diisi dengan kesan-pesan, pamitan dan pemberian kado atau hadiah bagi yang hendak pergi. Pada waktu saya bersiap di JurangMangu menjelang penempatan, waktu itu hari Sabtu dan Ahad sehingga tidak memungkinkan pada jadwal liqo (yang hari Rabu malam), sehingga saya dan salah satu rekan menyengaja bersilaturahim ke rumah ustadz kali di Komplek Pajak. Saya niatnya hanya minta pamit, begitu saja saya pikir.

Sesampainya di sana ada satu lagi rekan bergabung, sehingga total ada 3 orang dalam pertemuan itu ditambah sang ustadz. Singkat cerita, setelah makan minum THR (Turahan alias sisa-sia Hari Raya) dan basa basi, saya menyampaikan maksud untuk berpamitan. Satu persatu rekan termasuk ustadz pun mengucapkan selamat jalan dan mendoakan semoga sukses dan lanjut liqonya di tempat baru. Oleh ustadz saya dipesankan agar tetap kuat, karena hal ini (mutasi) biasa saja di lingkungan Keuangan, ibarat tour of duty saja di kalangan militer. Tak lupa kami juga saling mengikhlaskan bila ada kekhilafan selama berinteraksi di liqoan ini.

Selanjtnya ternyata rekan-rekan sudah menyapkan hadiah bagi saya. Hadiahnya berupa buku (saya mengetahuinya kelak setelah di rumah dan membuka bungkusnya tentunya), tepatnya sebuah buku dan Terjemah Al Quran. Bukunya berjudul 'Shaid Al Khatir' buah karya Ibnul Jauzi, dan satu lagi terjemah Quran per kata 'Al Hidayah'. Wah saya terharu juga menerimannya, hehe.. Hadiah tersebut saya bawa terus dan sampai Lampung baru saya buka. Bukunya bagus, berisi nasihat-nasihat peneguh iman dari sang penulis. Terasa 'mak cess..' tiap kali membacanya, hehe.. Untuk Qurannya belum saya buka sampai sekarang, saya sudah punya mushaf sendiri.

Acara lain setelah itu yang berkesan yaitu semacam testimoni dari rekan-rekan mengenai diri saya, alhamdulillah semuanya positif, (ya iya lah masak udah mau pisah masih disebut yang jelek-jelek, pikir saya). Lebih kepada sikap saya dalam masa huru hara skripsi, sedikit banyak rekan saya dan rekan lain bahkan di luar lingkaran pengajian memberi kesan positif. Saya hanya bisa tersenyum malu dan saya berdoa semoga bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman. Dalam menghadapi hidup, harus sabar, lihat dari atas, alangkah kecilnya kita dan masalah itu mudah saja bagi Alloh untuk menimpakan dan menyelesaikannya pada kita. 

Acara diakhiri sholat magrib, pamitan, dan pulang.

Satu hal yang tidak boleh lupa yaitu transfer liqoan ke kelompok di tempat tujuan, dalam hal ini di Bandar Lampung. Saya sebelum ke JurangMangu dari Pontianak transfernya membawa surat transfer begitu dari kaderisasi. Karena ke Lampung ini mendadak, maka langsung saja tidak pakai surat hanya per telepon antar ustadz. Tadinya say sudah menghubungi rekan di Bandarlampung, dan dikasih nomor ustadznya, sebut saja namanya ustadz 'S'. Ternyata oleh ustadz di JurangMangu, saya disuruh menghubungi yang lain, sebut saja namanya pak 'AA'. Pak AA ini ternyata kerja di BPKP Perwakilan provinsi Lampung dan beliau dua pekan lagi hendak mutasi ke Jakarta. Jadi sesampainya saya di Lampung dan bertemu dengan beliau, saya diajak menemui ustadz lain, sebut saja namanya pak 'AS'. 

Singkat cerita setelah bertemu pak AS, beliau meminta kontak ustadz di JurangMangu. Saya pun memberikan kontaknya, sementara kontak pak AS pun saya berikan ke ustadz di JurangMangu. Dua hari kemudian, saya dihubungi oleh pak AS, eeh ternyata oleh beliau saya disuruh gabung ke liqoan pak ustadz 'S', ya yang pertama kali diberikan teman saya di Lampung tadi. Hehe, penuh liku yaa...

Malam harinya saya sudah liqo dengan beliau ustadz S, sayang sekali entah karena waktunya sempit atau bagaimana, tidak disediakan sesi khusus untuk berkenalan. Secara umum, kebanyakan anggotanya seumuran saya, katanya kalo lengkap ada 12 orang. Waktu liqo pertama itu hanya ada sekitar 7 orang. Yang berkesan adalah oleh tuan rumah (salah satu anggota liqo) kami dijamu makan besar, dengan berbagai macam lauk ada ikan bakar, pindang cumi, lalap, sambel, sayur asem, dan kerupuk. Padahal sebelumnya sudah dijamu snack dan minum. Tak lupa minum teh hangat dan jeruk apel. Wah saya pulang liqo dengan perut kenyang walaupun hati tidak tenang alias penasaran, gara-gara belum berkenalan.. mungkin lain kali, seiring waktu saya akan dan harus berkenalan dengan teman-teman baru..

Teluk Betung Utara, akhir September 2011
bujangan lokal aksi maksimal
Arif Se

Senin, 19 September 2011

Dari Kampung ke Lampung - part 2 : Telat Udah Sepi

Masih segar dalam ingatan saya karena memang baru dua pekan yang lalu; hari Kamis tanggal 8 September 2011, saya masih di kampung di Prembun, Kebumen, Jawa Tengah, seorang teman di Kepegawaian KPDJP menghubungi saya "siap-siap ya, SK keluar minggu ini". Itu terjadi pada pagi hari. Siang hari, teman yang lain -- kali ini teman yang di subag mutasi Kepegawaian-- menghubungi saya via sms, "SK sudah keluar, siap-siap ya, hasilnya bagus dan terjangkau. Selamat ya dari saya". Waktu itu rasanya deg-degan, campur aduk tidak karuan, lega juga karena sudah menanti sekian lama.

Saya balas smsnya, kira-kira seperti ini, "wah alhamdulillah, cepat juga ya, kalo boleh tahu dapat mana ya?"
"maaf pak, masih RJ, belum dinomri dan dibuat salinan", balasnya. RJ artinya rahasia jabatan.


=======

maaf, saya lupa hendak menulis apa di judul ini, setelah sekian lama menjadi draft dan ketika hendak diteruskan kok hilang idenya :(
Semoga berkenan, nanti kalo sudah ingat diperbaiki lagi deh :p

Salam,

Ase- Bandar Lampung

Minggu, 18 September 2011

Dari Kampung ke Lampung - part 1 : Transportasi

Sebelumnya maaf karena tiba-tiba langsung cerita tentang perjalanan ke Lampung saja. Ini semacam ketidakteraturan dalam hidup, ya, saya jarang update blog (silakan salahkan Facebook dan Twitter ya! hehe). Semoga bermanfaat.

Perjalanan ke Lampung sebenarnya bisa lebih mudah dan  efisien dari kampung saya di Purworejo/Kebumen dengan bis malam. Yang recommended (karena bapak dan mertua pernah naik dan puas) adalah bis 'Putra Remaja'. Dari kampung berangkat sekitar pukul 18.00 atau magrib, lah. Sampai ke Jakarta terus langsung ke Merak subuh. Dari sana penyeberangan ke Bakaheuni kurang lebih 2 jam. Dari Bakaheuni ke Lampung 2 jam juga. Sampai Bandar Lampung sekitar pukul 10 pagi lah. Itu sudah praktis hanya membayar satu kali langsung sampai tujuan. Dapat makan satu kali, tempatnya enak, bersih. Bisnya juga enak, bersih, ACnya sejuk, dan (menurut ibu mertua saya) 'satu bis kursinya cuma sedikit!'. Tiket sekitar 150 ribu sampai dengan 200 ribu rupiah.

Nah lucunya pilihan ngebis langsung dari kampung itu entah mengapa sama sekali tidak terpikirkan oleh saya! Ceritanya, ketika tahu dapat penempatan di sana, oleh teman-teman saya di kantor pusat saya dijejali alternatif lain transport ke sana. Ini praktis juga, hanya dari Jakarta. Kata teman saya, dari kampung naik kereta api ke Jakarta. Dari Jakarta, paling mudah naik bis DAMRI dari Gambir. Bis ini langsung ke Bandarlampung, bayar sekali sampai tujuan. Sungguh hanya itu yang saya pikrkan pada awalnya. Ditambah lagi, teman saya yang pernah di Lampung mengingatkan saya agar jangan 'ngeteng' alias naik bis pindah-pindah dan jangan pernah mencoba masuk terminal Rajabasa. Konon, bila pertama kali ke sana maka akan terjadi hal yang menyedihkan; ditarik-tarik dan sebagainya. Mengerikan lah, tidak terbayang oleh saya bila bernasib buruk seperti itu. Jadi mindset tentang DAMRI iru begitu kuat tertanam dalam benak saya! hehe.. Karcis dari Gambir sampai Bandar Lampung sekitar 150 rupiah.

Nah ada teman saya mengusulkan alternatif lain, tapi lucunya ini juga mindsetnya masih dari Jakarta. Jadi dari kampung naik kereta ke Jakarta, kemudian dari Jakarta..naik pesawat! Kata teman ini, "yang naik bis itu cuma mahasiswa, bukan pegawai!" (kelak saya tahu pendapat ini tidak benar). Bahkan dia menawarkan membelikan saya tiket Jakarta-Bandar Lampung. Wah, dasar anak STAN, ada gratisan langsung aja disamber, hehe.. Akhirnya saya memakai alternatif transportasi dari teman ini. Pada tanggal 16 September, hari Jumat, saya terbang dari Bandara Internasional Soekarno Hatta - Jakarta ke Bandara Radin Intan II, Lampung setelah sebelumnya naik kereta dari Kutoarjo ke Jakarta. Tiketnya murah, 283 ribu rupiah saja. Tetapi penerbangannya pun cukup singkat, hanya 20 menit.. *_^

Sesampainya di sini, saya mengetahui bahwa pendapat mengenai naik bis itu mahasiswa menurut teman saya adalah tidak benar sama sekali. Ternyata banyak rekan  di kantor yang PJKA alias Pulang Jumat Kembali Ahad. Mereka ini rumahnya di Jakarta, Bekasi, pokoknya Jabotabek lah, di Bandar Lampung mereka ngekos atau kontrak rumah. Jumat sore, pulang ke Jakarta ya naik bis itu. Dari kantor biasanya dijemput pake travel sampai Bakaheuni (jika naik bis, pool bisnya kejauhan dari kantor). Dari sana nyeberang sendiri, maksudnya turun kemudian cari tiket sendiri begitu. Setelah menyeberang ke Merak, naik bis ke tujuan masing-masing. Ternyata alternatif ini (yang juga mematahkan pendaat mengenai ngeteng yang mengerikan tadi) lebih mudah, fleksibel, dan murah. Pokoknya total sampai Jakarta hanya habis 70 - 75 ribu rupiah saja. Bila untuk bolak-balik masih lebih murah daripada naik DAMRI sekali jalan, kan? Mungkin suatu saat saya akan mencobanya..