Rabu, 28 April 2010

Jika Bukan Pajak, Lalu Apa (Saja)?

"Pajak haram, zakat wajib"

"Boikot bayar pajak! Bayar zakat aja"

Itulah sebagian seruan beberapa orang menyusul terkuaknya apa yang disebut mafia perpajakan, megaskandal pajak, markus, dan sebagainya (versi media) yang ujung2nya ternyata generalisasi negatif pada aparat instansi tertentu (Polri, DJP). Tentang generalisasi tersebut biarlah dibahasa di lain waktu. Tetapi mengenai seruan zakat itu. Benarkah?? Seketika kita akan berpikir, "lho zakat kan untuk 8 golongan, bagaimana menggaji PNS dari uang zakat hla PNS bukan mustahiq zakat?". Adakah sumber lain selain Pajak? Ternyata ada.

Tak hanya itu, pajak yang diasosiasikan sebagai "jizyah" saja diharamkan (karena seharusnya hanya dikenakan kepada orang non muslim), tetapi ada juga lhoh yang namanya "dharibah". apa itu? Nah makanya baca dong. Yuk ini aku ketik ulang alias nyontek, sekedar mengutip dari tabloid Suara Islam :

=====

Memang benar bahwa dalam konsep keuangan Islam pajak bukanlah merupakan pos pendapatan utama sebuah negara. Pajak (dharibah) hanyalah pos darurat yang akan dipungut oleh negara kepada warga negara tertentu jika keuangan negara dalam kondisi kritis.


Ini merupakan kebalikan dari negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, seperti Indonesia sekarang. Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2010 yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan RI, rata-rata penerimaan dari sektor pajak tahun 2005 - 2008 adalah 67,8%, sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya 33,3% dari total penerimaan seluruhnya. Pada tahun 2009 penerimaan perpajakan berjumlah Rp.652,1 triliun, sementara PNBP hanya Rp. 219,5 triliun.

Sementara itu, jika kita bicara tentang sistem keuangan Islam mayoritas para ekonom maupun praktisi ekonomi Islam akan menjawab bahwa zakat (dengan berbagai ragamnya) adalah pos pendapatan yang utama. Tentu anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Sebab selain zakat, bagi negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah, termasuk dalam sistem keuangannya, pos penerimaan Baitul Maal sangat banyak ragamnya. Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal, menjelaskan secara gamblang pos-pos penerimaan negara dan alokasi pendistribusiannya. dalam kitab tersebut, Abu Ubaid menulis secara lengkap pos penerimaan negara dan alokasi pendistribusiannya seperti fai', khumus, kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, dan tentu saja, zakat.

Penjelasan tentang pos penerimaan negara secara lengkap dan sistemastis diberikan oleh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah. Menurut Zallum, setidaknya terdapat 12 pos penerimaan tetap Baitul Maal. Ke-12 pos penerimaan tetap Baitul Maal itu adalah :

1. Anfal, Ghanimah, Fai', dan Khumus
Anfal dan Ghanimah bermakna sama. Ibnu Abbaz dan Mujahid ketika ditanya tentang anfal dalam ayat "mereka akan bertanya padamu (Muhammad) tentang anfal"(Q.S Al Anfal [08]:1) berpendapat bahwa anfal itu adalah ghanimah. Yang dimaksud dengan anfal dan ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir melalui peperangan di medan perang. Harta tersebut bisa berupa uang, senjata, barang-barang dagangan, bahan pangan, dan lain-lain.

Fai' adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan. Hal ini pernah terjadi pada Bani Nadhir dan Fadak.

Sementara yang dimaksud khumus adalah seperlima bagian yang diambil dari ghanimah, sesuaidengan firman Allah SWT dalam QS. Al Anfal [08] : 41. Harta ini merupakan salah satu pos penerimaan Baitul Mal.

2. Kharaj
Kharaj adalah hak yang dikenakan atas lahan tanah yang telah dirampas dari tangan kaum kafir, baik melalui cara peperangan maupun perjanjian damai. Kharaj terbagi dua, kharaj 'unwah (paksaan) dan kharaj sulhi (damai).

3.Jizyah
Jizyah adalah hak yang Allah berikan kepada kaum muslim dari orang-orang kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada pemerintahan Islam.

4. Harta kepemilikan umum
harta milik umum (milkiyah ammah)adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kaum muslim dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama umat Islam. Individu-individu diperbolehkan untuk mengambil manfaat dari harta tersebut, tetapi tidak diperbolehkan memilikinya secara pribadi.

Harta kepemilikan umum mencakup tiga jenis, yaitu : (1). Sarana-sarana umum yang diperlukan oleh seluruh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput (hutan), dan api (sumber energi); (2). Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya, seperti jalan umum, kereta api, PAM, dsb. ; (3) Barang tambang (SDA) yang jumlahnya tidak terbatas, seperti tambang minyak bumi, gas alam, nikel, batu bara, emas, tembaga, uranium, dan sebagainya.

5. Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya.

6.Harta 'Usyur
Usyur adalah hak kaum mislim yang diambil dari harta serta perdagangan ahlu dzimah dan penduduk darul harbi yang melewati perbatasan negara Khilafah.

7. Harta haram para penguasa dan pegawai negara, harta hasil kerja yang tidak diijinkan syara', serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya. Yang termasuk dalam kategori ini adalah suap (risywah), hadiah/hibah, harta yang diperoleh dengan kesewenang-wenangan, hasil makelar dan komisi (gratifikasi) para penguasa dan aparat negara, korupsi (ikhtilas), dan denda.

8. Khumus (seperlima) barang temuan (rikaz) dan barang tambang

9. Harta yang tidak ada ahli warisnya dan harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris

10. Harta orang-orang murtad

11.Pajak (dharibah)

12. Harta zakat


=====

Yak... ternyata tidak serta merta zakat itu pengganti Pajak. memang pada zaman Rasulullah setahu saya belum ada pungutan Pajak, melainkan mulai masa Khalifah Umar. Kisah lain yang cukup terkenal yaitu saat sultan Saifuddin dari Mesir membebaskan Palestina dalamperang Ain Jalut, sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan pasukan beliau memungut iuran dari rakyat ( = Pajak?) dan dikuatkan oleh fatwa ulama.

Kalo mengingat saat ini negara kita dalam keadaan krisis, maka Pajak (dharibah, bukan jizyah) tak ayal merupakan pilihan tepat tapi pahit untuk bertahan. Semoga kelak kita mengalami bahwa tidak (hanya) pajak yang menjadi tulang punggung anggaran, tetapi yang lain minimal 12 pos di atas. Amin