Selasa, 15 Februari 2011

Pengalaman Diterapi Bekam dan Kirofraksi - part 2

Kirofraksi atau kiropraksi pada dasarnya berarti pembetulan tulang belakang. Pengalaman dikiro lumayan enak, walaupun sakit (lhah? bingung kan). Perlu dipahami bahwa walaupun kelihatannya mudah tetapi sebaiknya jangan asal ditiru tanpa dasar pengetahuan yang cukup, karena justru berbahaya.

Pada mulanya saya disuruh tiduran telentang. Mulailah terapi kiro dengan bergantian menekuk kaki kanan dan kiri dengan cara lututnya didekatkan ke badan. Tidak ada rasa apa-apa saat gerakan tersebut. Kemudian gerakan yang sama, hanya saja bawah lutut diganjal dengan lengan terapis. Waktu itu yang kanan tidak terasa apa-apa, tetapi saat yang kiri terasa agak sakit, njarem istilah Jawa-nya. Mungkin karena memang bagian kiri saya yang bermasalah.

Setelah itu kedua kaki dengan gerakan yang sama, ditekuk mendekati badan. Kalao tidak salah ingat, ada 3 kali diulang. Tidak terasa apa-apa. Kemudian gerakan yang sama, hanya pada saat mendekati badan saya disuruh mengangkat kepala mendekati lutut sekuat tenaga. Agak sakit sih, gerakan ini dilakukan 3 kali kalo tidak salah ingat. Setelah itu kembali telentang kaki lurus, oleh terapisnya bergantian kaki kanan dan kiri diangkat kemudian telapaknya dipukul-pukul beberapa kali. Agak keras sih mukulnya, bertenaga gitu, terasa sampai punggung.

Nah berikutnya yang paling asyik, hehe. Saya disuruh miring, pertama miring kanan. Kaki kanan (di bawah) lurus, kaki kiri ditekuk dan diletakkan di depan. Tangan lurus. Kemudian oleh terapisnya bahu saya ditarik berlawanan arah dengan pinggul yang didorong. Pelan saja, tetapi saat itu tulang belakang bunyi "kretek, klethuk..." dan rasanya enak, lega gitu. Selanjutnya ganti miring kiri. Sama juga, bunyi krurtuuuk... kletek!! Tampaknya tulang tulang pada bergeser dari tempat semula, tetapi rasanya enak kok. Gerakan selanjutnya hampir sama, hanya saja saat ditarik-dorong tangan saya ikut ditarik, bukan hanya bahu. Tetapi saat gerakan kedua ini tidak ada bunyi apa-apa lagi dan tidak terasa apa-apa.

Selanjutnya saya disuruh telungkup, tangan santai/bebas. Terapi diawali dengan menginjak (atau memijat? saya tidak lihat) telapak kaki. Pada bagian tengah saat diinjak terasa sakit sekali, kata terapisnya karena pencernaan terganggu (iya memang pernah pijat refleksi juga di bagian itu sakit dan katanya memang karena pencernaan bermasalah). Untuk bagian telungkup ini karena saya tidak melihat apa yang dilakukan, hanya terasa saja jadi ceritanya mungkin kurang lengkap. Yang jelas full dipijat di bagian tulang belakang (punggung tengah) dari atas sampai bawah.

Agak lupa detailnya, kalau tidak salah pertama (mungkin ya) secara umum saja, ditekan-tekan punggungnya. Setelah itu tulang belakang dari atas sampai bawah dipijat, ditekan satu persatu (mungkin pake jempol dua tangan gitu ya). Kata terapisnya mungkin agak sakit, dan memang sakit sekali, terutama pada bagian yang bermasalah (tidak semua terasa sakit). Yang saya ingat terasa sakit yaitu di bawah leher dan di tengah yang katanya ke limpa itu. Tambah lagi tidak hanya sekali penekanan itu dilakuakn, ada 3 atau 4 kali. Jadilah saya meringis kesakitan setiap kalo bagian yang sakit ditekan, hehe

Setelah selesai 'siksaan' itu, bagian yang sakit diperiksa oleh terapis dengan diurut-urut memakai minyak. Agak lama sih, selain diurut juga ditekan-tekan lagi. Kata terapisnya, sudah agak mendingan, hanya perlu dibereskan pada pertemuan berikutnya (saya dianjurkan bekam sebulan sekali). Alhamdulillah, entah kenapa tidak sakit lagi dan terasa lega saja.

Ternyata belum selesai, gerakan terakhir saya disuruh duduk santai, terapis berdiri di belakang punggung saya. Lututnya menekan punggung, sementara tangan saya berpegangan pada bahunya. dengan posisi tersebut saya diangkat beberapa kali. Setelah itu baru deh selesai beneran.. hehe. Pengalaman yang berharga dan menyehatkan tentunya, semoga bisa menjadi referensi bagi yang membaca. Amin

Jurangmangu - Februari 2011
kang Ase

Pengalaman Diterapi Bekam dan Kirofraksi - part 1

Walaupun sudah lama mengetahui mengenai terapi bekam (dimulai dari zaman SD saat membaca 'bekam' dan mencari tahu apa artinya), tetapi baru dua pekan lalu saya mencoba bekam. Ceritanya, di kost lama teman-teman sering bekam, malah punya tukang bekam langganan, pak Indra namanya. Selain bekam, beliau juga bisa terapi kirofraksi, banyak pasiennya adalah mahasiswa STAN. Nah dua pekan lalu memang saya merasakan sakit kepala yang luar biasa, diobati tidak mempan, istri menyarankan agar dibekam saja. Kebetulan pas malamnya teman di kost janjian dengan pak Indra, jadi saya ikut antri.

Pada dasarnya bekam atau hijamah (atau ada yang menyebut 'kop') adalah terapi dengan membuang darah kotor melalui permukaan kulit setelah kulit di'kop' pada titik-titik tertentu. Awalnya saya dipijit-pijit terlebih dahulu dan permukaan kulit punggung di beberapa tempat dilumuri minyak. Kemudian mulai deh dikop, memakai tabung (semacam gelas plastik dengan mekanisme lubang penyedot di bagian dasarnya) yang dengan alat penyedot mirip pistol (hehe) disedot udara di dalamnya. Hasilnya kulit di permukaan yang dikop akan menggembung, tersedot ke dalam tabung tersebut. Rasanya tidak sakit kok, hanya seperti dicubit dan ditarik gitu. Ada beberapa titik yang dikop, 9 titik tepatnya. Di bawah telinga kiri-kanan, di pundak kiri-kanan, bawahnya di tengah, kemudian sisanya punggung bawah.

Masing-masing tabung kemudian dilepas setelah sekitar 5 menit. Kemudian kulit yang tadi dikop ditusuk-tusuk memakai jarum (jarumnya yang biasa dipakai untuk mengambil sampel darah, yang didorong memakai mekanisme semacam bolpoin itu lho, yang biasa donor darah pasti tahu). Tidak cuma satu tetapi beberapa tusukan, "cekrak cekrak!!" gitu bunyinya. Konon dulu tekniknya memakai pisau, disayat gitu, ngeri yaa.... Dari hasil tusukan tadi belum banyak darah keluar, hanya sedikit lah. Kemudian area kop yang sudah ditusuk-tusuk tadi dikop lagi, saat itulah darah keluar, ya tidak banyak juga hanya beberapa tetes.

Saat memeriksa sekitar tulang belakang di daerah tengah punggung (saya gak tau tepatnya), saya ditanya apakah sakit atau tidak. Di satu titik memang sakit sekali saat dipijit. Kata sang terapis, itu adalah tulang belakang yang bergeser dan menjepit syaraf. Syaraf tersebut merupakans yaraf yang berhubungan ke organ limpa, dan mempengaruhi pencernaan. Bila dibiarkan, maka akan tambah parah, dan bisa menyebabkan turun bero alias hernia. Wah, serem juga ya?

Ternyata keluhan saya selama ini yaitu sering migrain disinyalir dipicu hal itu juga. Karena syaraf terjepit, ada aliran darah yang kurang lancar ke kepala. Kemudian juga migrain saya sudah sangat parah, sering kambuh. Pusing sedikit migrain, kepanasan sedikit kambuh. Lapar pun kambuh. Bahkan sekedar merasa gemas melihat anak-anak dan menggeletukkan gigi isa memicu migrain saya kambuh. hal tiu dipicu karena posisi tulang belakang yang eror tersebut. Terbukti saat dilepas bekam dari bagian bawah punggung yang katanya bagian pencernaan, darah yang diambil hitam pekat, hiii ngeri juga lihatnya ya!

Penyebab gejala tersebut kata terapisnya kemungkinan pernah jatuh, atau mengangkat benda berat tetapi salah posisi (saya kurang paham maksudnya). Tapi wong saya inget-inget gak inget juga, lagian saya tidak pernah merasa sakit di bagian itu jadi ya baru ketahuan sekarang. Padahal migrain saya sudah terasa sejak lama, sejak SMA bahkan. Alhamdulillah dengan terapi ini bisa juga ketahuan penyakit lain.

Singkat cerita kami janjian untuk terapi kirofraksi (reposisi tulang belakang) pada pekan depannya. Badan saya setelah dibekam menjadi segar, punggung menjadi hangat dan nyaman. - bersambung-

Jumat, 11 Februari 2011

Kecil Bukan Berarti Benar (Anti Tirani Minoritas)

Beberapa hari terakhir ini media kita dipenuhi berita mengenai kasus Ahmadiyah di Pandeglang dan rusuh Temanggung. Bagi saya tambah satu lagi, kasus tertabraknya seorang anak di jalur busway koridor 6. Menarik sekali bagi saya bahwa beberapa (tidak semuanya) stasiun televisi serta merta membela "korban" dalam kasus tersebut dan (kok ya selalu) menjelek-jelekkan pemerintah.

Ahmadiyah, merupakan paham, organisasi, sekte, aliran, --silakan sebut istilah lainnya-- yang terlarang, sesat dan menyesatkan, dan keluar dari Islam. Tetapi mereka masih mengaku Islam, sehingga keberadaannya meresahkan masyarakat. Kerusuhan di Pandeglang menurut saya 'ekses wajar' dari keberadaan Ahmadiyah tersebut. Nah, akar masalahnya kan tidak jelasnya status Ahmadiyah itu. Tetapi, karena ada kerusuhan dan timbul korban di pihak mereka, maka media dan pengamat ramai-ramai membela mereka. Entah memang tidak paham atau sengaja meracuni masyarakat, tetapi yang jelas tampak bahwa apapun masalahnya, asal ada korban di pihak monirotas, tidak peduli minoritas itu benar atau salah, maka akan dibela.

Terjadi peristiwa tabrakan, korbannya anak SD yang menyeberang jalur busway. Tentu dapat dipastikan siapa yang disalahkan? Ya bus transjakarta tersebut. Padahal bila kita berpikir jernih, bagaimana bisa seorang anak menyeberang di jalur busway? Apakah dia tidak dididik menyeberang lewat jembatan penyeberangan? Gambar di stasiun TV yang paling 'sinis' sekalipun menampakkan jembatan penyeberangan tersebut di belakang TKP. Bagaimana pengawasan orang tuanya? Mana teman-temannya yang harusnya mengingatkannya, mengapa dia sendiri? Tentunya tidak akan dibahas karena yang muncul adalah bus Transjakarta bersalah menghabisi nyawa seorang anak kecil, dan (lagi-lagi) pemerintah lah yang salah, mengapa pengamanannya tidak benar? Tadi saya lihat lagi berita bahwa sopirnya ditahan.

Astagfirulloh.

Semoga kita menjadi semakin bijak, bahwa tidak semua yang menjadi korban, tidak semua yang mati, tidak semua minoritas itu benar. Ahmadiyah itu salah, jelas itu, meninggalnya korban di pihak mereka tidak terus menjadikan mereka benar dan dibela dengan alasan HAM lah, kebebasan agama lah, dan sebagainya. Membela hak mereka sebagai warga negara (bukan sebagai muslimin) sebenarnay sudah disuarakan banyak pihak, bukan? Bubarkan, atau tegaskan bukan Islam dan larang memakai label Islam. Dan sebagainya, saya tidak berkompeten membahasnya.

Kalau sedikit-sedikit yang kecil (tapi sala) dibela, saya kuwatir kita menjadi tirani minoritas. Yang besar dan benar kok kalah dengan yang kecil tapi salah. Harus yakin dulu yang salah mana yang benar mana, tidak tegas...